WELCOME TO MY BLOG MACG MENULIS DAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA !!!!

Kamis, 26 Mei 2016

REVOLUSI “GEMA-ANGPO” (GERAKAN MASYARAKAT ANTI GENGSI PROFESI) SEBAGAI UPAYA MEMAKSIMALKAN BONUS DEMOGRAFI DI ERA MEA

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang resmi dijalankan pada awal tahun 2016 patutnya tidak perlu dianggap sebagai ancaman yang terlalu dibesar-besarkan. Anggapan bahwa bebasnya aliran barang dan jasa yang keluar masuk, tidak serta merta membuat Indonesia tak berdaya dalam persaingan di era MEA ini. Anggapan lain mengenai kemungkinan bangsa Indonesia yang dapat terasingkan dinegeri sendiri, agaknya malah meremehkan potensi bangsa sendiri. Padahal jika ditinjau lebih lanjut, sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar dimana potensi ini tidak dimiliki oleh negara dikawasan ASEAN. Potensi tersebut adalah sebuah momentum yang disebut bonus demografi.
            Henry Subianto selaku staf ahli Kementrian Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa pada tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi yang membuat Indonesia kuat pada hampir semua sektor (antaranews.com). Pernyataan ini sejalan dengan proyeksi Razali Ritonga selaku direktur Kependidikan Ketenagakerjaan, bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana puncaknya akan terjadi pada tahun 2028-2030. Bonus demografi sendiri didefinisikan sebagai kondisi masyarakat dimana dua penduduk roduktif (umur 15-64 tahun) berbanding satu penduduk non produktif (< umur 15 dan > 64 tahun) (bps.go.id). Definisi ini secara sederhana dapat diartikan bahwa bonus demografi adalah keadaan masyarakat ketika terdapat setidaknya 66,67% penduduk usia produktif. Selain itu, ditahun yang hanya yang relatif berdekatan dengan momen bonus demografi Indonesia, PBB memperkirakan bahwa Amerika Serikat (AS) dan China sebagai dua negara raksasa perkonomian dunia saat ini akan mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini diakibatkan bahwa ditahun tersebut jumlah lansia/usia non produktif di Amerika mencapai 44% dan 36% di China (bloomberg.com). Disamping itu, seperti yang dikatakan oleh Mantan Menteri Koordinator bidang Kesejateraan Masyarakat (Menkokesra) Haryo Suyono, dapat dilihat bahwa beberapa negara yang sekarang melaju pesat pertumbuhan perekonomiannya adalah negara yang dapat memanfaatkan secara penuh bonus demografi. Seperti contoh keberhasilan China dan Korea selatan yang dapat mengoptimalkan industrinya sedangkan China yang mengoptimalkan hampir seluruh sektor (pu.go.id). Kedua negara ini dapat dijadikan contoh bahwa kemajuan negara dapat ditentukan dengan pemanfaatan negaranya akan bonus demografi. Maka dari itu momentum bonus demografi Indonesia yang didukaung penurunan perekonomian dua negara adidaya, sangat disayangkan jika dilewat begitu saja. Karena dapat  dibayangkan ketika penduduk usia produktif ini dapat benar-benar produktif dan berpartisipasi aktif dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi raja di era MEA ini.
            Tentu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara agar momentum ini tidak berlalu seperti angin lewat saja. Mengingat bahwa momentum ini begitu besar dampaknya bagi Indonesia. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa negara-negara seperti Korea Selatan dan China mampu memanfaatkan bonus demografi melalui beberapa sektor mereka. Namun gerak seperti apa yang mereka lakukan? Jika melihat salah dua negara diatas maka dapat diambil pelajaran penting dari sana. Ambil contoh Korea Selatan, negara ini hadir sebagai negara yang maju melalui gerakan bersama dalam bidang industri. Di Korea, ada kelompok masyarakat yang diarahkan untuk membuat HP walaupun Korea bukan merupakan produsen HP, namun negara ini memulainya melalui gerakan rakyat untuk mampu membuat komponen HP. Selanjutnya sebagian masyarakat yang lain diarahkan untuk merakit HP. Pelajaran inilah dapat diambil contoh bahwa gerakan bersama yang bersifat masif dan bertujuan akan memiliki daya yang besar dalam sebuah perubahan. Maka dari itu diperlukan sebuah gerakan bersama yang memungkinkan agar bonus demografi ini dapat dimaksimalkan dengan baik. Kami menyebut gerakan ini dengan sebutan “Gema Angpo”.
            “Gema Angpo” merupakan akronim dari gerakan masyarakat anti gengsi profesi. Sebuah revolusi dimana masarakat dibuat untuk memahami dan bergerak untuk selalu bekerja secara profesional dan inovatif tanpa memandang prfesi apa yang sedang digeluti. Ide Gema angpo ini muncul dari dua fenomena masyarakat dunia yang sangat bertolak belakang. Pertama, melihat fenomena masyarakat Indonesia yang menitiberatkan profesi sebatas pada pemikiran masyarakat umum bahwa pekerjaan A itu baik sedangkan pekerjaan B itu kurang baik. Bahkan ini membuat beberapa profesi dianggap pekerjaan memalukan dari pada pekerjaan “bergengsi”. Contoh : Pegawai Negeri Sipil (PNS) dianggap pekerjaan yang lebih layak daripada seorang wiraswasta. Jika diteliti lebih objektif, pernyataan ini tidak mutlak benar. Kedua, melihat fenomena masyarakat pada beberapa negara maju di dunia yang tidak mementingkan profesi apa yang sedang mereka jalani, melainkan mementingkan bagaimana cara agar profesi yang mereka geluti dapat berkembang dan menjadi besar. Contoh : masyarakat Jepang secara turun temurun meneruskan pekerjaan orang tua mereka, seperti pada penjual kue beras di Asakusa (Tokyo) dimana yang membedakan dari orang tua mereka adalah penggunaan mesin dan sistem promosi dalam proses produktivitasnya. Dari dua fenomena dapat dipelajari bahwa akibat adanya gengsi profesi, pemilihan pekerjaan hanya berdasar “gengsi” yang akhirnya membuat keterbatasan profesionalitas dan inovatif kerja. Selain itu lapangan pekerjaan yang seharusnya dapat lebih bervariasi dan beragam, malah dibatasi hanya karena lagi-lagi “gengsi:. Di satu sisi negara-negara maju dapat berkembang pesat bukan karena gengsi atau tidaknya suatu profesi yang mereka geluti. Namunbagaimana suatu pekerjaan yang sedang mereka geluti dapat dimaksimalkan dan dikembangkan dengan baik. Maka dari itu Gema Angpo diharapkan mampu mebuat perubahan-perubahan pemahaman yang diikuti dengan gerakan profesionalitas dan inovatif kerja dalam bidang apapun profesinya, entah itu dokter ataupun tukang sayur, entah itu pengacara ataupun pedagang sofa.
            Kaitannya Gema Angpo dengan bonus demografi di era MEA ini sangat luas dan berdampak besar. Gema Angpo bersifat membangun tanpa memperdulikan keadaan masyarakat saat ini. Dapat dibanyangkang ketika momentum bonus demografi ini muncul maka akan ada generasi-generasu ysua produktif yang haus akan berkarya. Disinilah arti dari sifat membangun tersebut. Ketika di era MEA ini, semisal pemerintah terpaksa tidak mampu menyediakan lapangan kerja, maka generasi-generasi usia produktif ini muncul dan membuat lapangan pekerjaan mereka sendiri atau bahkan orang lain tanpa harus memperdulikan profesi apa dan se “gengsi” apa pekerjaan / profesi yang mereka geluti. Selama pekerjaan itu benar menurut agama dan hukum, maka pada pemahaman mereka, yang menentukan kesuksesan mereka bukanlah “gengsi”, namun profesinalitas dan inovasi kerja. Bahkan lebih dari itu, keitka Gema Angpo ini berhasil, masyarkat secara umumpun akan mendukung anak0anak mereka untuk tidak memperdulikan lagi gengsi profesi, namun memperdulikan anak-anak mereka untuk selalu bekerja profesional dan inovatif. Maka dari itu Gema angpo harys berypa revolusi seluruh masyarakat Indonesia. Lantas pertanyaannya “bagaimana Gema Angpo dapat menjadi sebuah revolusi?”
            “Masih ingatkah revolusi mental yang digagas oleh Presiden Jokowi?” “yup!”. Tujuan utama dari revolusi ini dalah pembangunan mental bangsa kearah Indonesia yang lebih baik melalui gerakan bersamah seluruh elemen masyarakat. Sedikit yang mengetahui bahwa wacana Presiden Jokowi ini benar-benar diwujudkan, bahkan revolusi mental ini memiliki kantor sekretariat dan website resmi (revolusimental.or.id) yang dinaungi oleh Kementrian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Beberapa contoh revolusi mental yang dapat kita temui adalah gerakan buang sampah pada tempatnya, taat tata tertib lalu lintas hingga gerakan anti mencontek. Selain itu gerakan ini dapat pula disebarkan melakui sosial media yang banyak diktemui, dimana dalam penyebarannya dapat berupa teks tertulis hingga desain grafis. Nantinya diharapkan pula bahwa Gema Angpo menjadi bagian dari pendidikan karakter disekolah-sekolah hingga akhrinya gerakan ini menjadi sebuah budaya sehingga akan diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
            Pendidikan karakter disini diarahkan bagaimana seorang siswa dapat memahami bagaimana setiap manusia dapat bermanfaat dan berguna dalam setiap profesi kerja. Cara efektif adalah melakukan forum diskusi dengan membagi kelompok kecil. Targe siswa disini adalah mampu menyimpulkan bahwa setiap manusia harus profesional dan inovatif tanpa memandang pekerjaan apa yang digeluti. Sedangkan bagi guru, tugas hanya melurskan kesimpulan yang melebar dan mengawasi jalannya diskusi. Adapun forum diskusi disini agar lebih menarik dibuatlah sebuah skenario yang memungkinkan siswa untuk seakan merasakan profesi baik dari profesi yang dianggap “bergengsi” maupun tidak. Kemudian diarahkan bahwa semua pekerjaan tersebut dapat menjadikan setiap orang sukses.  Kaitannya dengan budaya adalah pada rekontruksinya. Jika dianalisis lebih detail profesi “gengsi” lahir dari budaya masyarakat dimana ada pandangan sempit bahwa hanya profesi “gengsi”lah yang dapat membuat sukses. Sementara pekerjaan yang tidak bergengsi adalah pekerjaan yang tidak memberi kesempatan sama sekali untuk sukses. Padahal tentu tidak demikian. Ambil contoh Ibu menteri kelautan yang dulunya seorang putus sekolah SMA dan memilih menjadi pengepul ikan. Tanpa melihat se “gengsi” apakah pekerjaannya, dengan profesionalitas dan inovasi kerja beliau mampu mendirikan pabrik pengolahan ikan, jasa layanan transportasi udara, hingga akhirnya beliau diangkat sebagai seorang menteri. Inilah yang diharapkan dari gema angpo sebuah revolusi mental yang memungkinkan Indonesia mampu menguasai era MEA melalui pemaksimalan bonus demografi. Sehingga momen ini dijadikan sebagai kebangkitan Indonesia untuk menjadi lebih makmur dan sejahtera.
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Referensi:
http://www.bloomberg.com/news/articles/2007-10-16/what-will-china-look-like-in-2035-businessweek-business-news-stock-market-and-financial-advice diakses pada tanggal 21 April 2016 pukul 23:54.WIB
https://rumaysho.com/3240-apa-pekerjaan-yang-terbaik.html diakses pada tanggal 22 April 2016 pukul 01:23 WIB
http://www.pu.go.id/main/view/10316 diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 23:55 WIB
http://www.antaranews.com/berita/527753/bonus-demografi-membuat-indonesia-kuat-di-segala-hal diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 22.05 WIB
https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/85 diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 22.10 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar