Henry Subianto selaku staf
ahli Kementrian Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa pada tahun
2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi yang membuat Indonesia
kuat pada hampir semua sektor (antaranews.com).
Pernyataan ini sejalan dengan proyeksi Razali Ritonga selaku direktur
Kependidikan Ketenagakerjaan, bahwa Indonesia akan mengalami bonus
demografi dimana puncaknya akan terjadi pada tahun 2028-2030. Bonus
demografi sendiri didefinisikan sebagai kondisi masyarakat dimana dua
penduduk roduktif (umur 15-64 tahun) berbanding satu penduduk non
produktif (< umur 15 dan > 64 tahun) (bps.go.id).
Definisi ini secara sederhana dapat diartikan bahwa bonus demografi
adalah keadaan masyarakat ketika terdapat setidaknya 66,67% penduduk
usia produktif. Selain itu, ditahun yang hanya yang relatif berdekatan
dengan momen bonus demografi Indonesia, PBB memperkirakan bahwa Amerika
Serikat (AS) dan China sebagai dua negara raksasa perkonomian dunia saat
ini akan mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini
diakibatkan bahwa ditahun tersebut jumlah lansia/usia non produktif di
Amerika mencapai 44% dan 36% di China (bloomberg.com).
Disamping itu, seperti yang dikatakan oleh Mantan Menteri Koordinator
bidang Kesejateraan Masyarakat (Menkokesra) Haryo Suyono, dapat dilihat
bahwa beberapa negara yang sekarang melaju pesat pertumbuhan
perekonomiannya adalah negara yang dapat memanfaatkan secara penuh bonus
demografi. Seperti contoh keberhasilan China dan Korea selatan yang
dapat mengoptimalkan industrinya sedangkan China yang mengoptimalkan
hampir seluruh sektor (pu.go.id).
Kedua negara ini dapat dijadikan contoh bahwa kemajuan negara dapat
ditentukan dengan pemanfaatan negaranya akan bonus demografi. Maka dari
itu momentum bonus demografi Indonesia yang didukaung penurunan
perekonomian dua negara adidaya, sangat disayangkan jika dilewat begitu
saja. Karena dapat dibayangkan ketika penduduk usia produktif ini dapat
benar-benar produktif dan berpartisipasi aktif dalam meningkatkan
perekonomian Indonesia. Maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi
raja di era MEA ini.
Tentu yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana cara agar momentum ini tidak berlalu seperti angin
lewat saja. Mengingat bahwa momentum ini begitu besar dampaknya bagi
Indonesia. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa negara-negara
seperti Korea Selatan dan China mampu memanfaatkan bonus demografi
melalui beberapa sektor mereka. Namun gerak seperti apa yang mereka
lakukan? Jika melihat salah dua negara diatas maka dapat diambil
pelajaran penting dari sana. Ambil contoh Korea Selatan, negara ini
hadir sebagai negara yang maju melalui gerakan bersama dalam bidang
industri. Di Korea, ada kelompok masyarakat yang diarahkan untuk membuat
HP walaupun Korea bukan merupakan produsen HP, namun negara ini
memulainya melalui gerakan rakyat untuk mampu membuat komponen HP.
Selanjutnya sebagian masyarakat yang lain diarahkan untuk merakit HP.
Pelajaran inilah dapat diambil contoh bahwa gerakan bersama yang
bersifat masif dan bertujuan akan memiliki daya yang besar dalam sebuah
perubahan. Maka dari itu diperlukan sebuah gerakan bersama yang
memungkinkan agar bonus demografi ini dapat dimaksimalkan dengan baik.
Kami menyebut gerakan ini dengan sebutan “Gema Angpo”.
“Gema Angpo” merupakan
akronim dari gerakan masyarakat anti gengsi profesi. Sebuah revolusi
dimana masarakat dibuat untuk memahami dan bergerak untuk selalu bekerja
secara profesional dan inovatif tanpa memandang prfesi apa yang sedang
digeluti. Ide Gema angpo ini muncul dari dua fenomena masyarakat dunia
yang sangat bertolak belakang. Pertama, melihat fenomena masyarakat
Indonesia yang menitiberatkan profesi sebatas pada pemikiran masyarakat
umum bahwa pekerjaan A itu baik sedangkan pekerjaan B itu kurang baik.
Bahkan ini membuat beberapa profesi dianggap pekerjaan memalukan dari
pada pekerjaan “bergengsi”. Contoh : Pegawai Negeri Sipil (PNS) dianggap
pekerjaan yang lebih layak daripada seorang wiraswasta. Jika diteliti
lebih objektif, pernyataan ini tidak mutlak benar. Kedua, melihat
fenomena masyarakat pada beberapa negara maju di dunia yang tidak
mementingkan profesi apa yang sedang mereka jalani, melainkan
mementingkan bagaimana cara agar profesi yang mereka geluti dapat
berkembang dan menjadi besar. Contoh : masyarakat Jepang secara turun
temurun meneruskan pekerjaan orang tua mereka, seperti pada penjual kue
beras di Asakusa (Tokyo) dimana yang membedakan dari orang tua mereka
adalah penggunaan mesin dan sistem promosi dalam proses
produktivitasnya. Dari dua fenomena dapat dipelajari bahwa akibat adanya
gengsi profesi, pemilihan pekerjaan hanya berdasar “gengsi” yang
akhirnya membuat keterbatasan profesionalitas dan inovatif kerja. Selain
itu lapangan pekerjaan yang seharusnya dapat lebih bervariasi dan
beragam, malah dibatasi hanya karena lagi-lagi “gengsi:. Di satu sisi
negara-negara maju dapat berkembang pesat bukan karena gengsi atau
tidaknya suatu profesi yang mereka geluti. Namunbagaimana suatu
pekerjaan yang sedang mereka geluti dapat dimaksimalkan dan dikembangkan
dengan baik. Maka dari itu Gema Angpo diharapkan mampu mebuat
perubahan-perubahan pemahaman yang diikuti dengan gerakan
profesionalitas dan inovatif kerja dalam bidang apapun profesinya, entah
itu dokter ataupun tukang sayur, entah itu pengacara ataupun pedagang
sofa.
Kaitannya Gema Angpo dengan
bonus demografi di era MEA ini sangat luas dan berdampak besar. Gema
Angpo bersifat membangun tanpa memperdulikan keadaan masyarakat saat
ini. Dapat dibanyangkang ketika momentum bonus demografi ini muncul maka
akan ada generasi-generasu ysua produktif yang haus akan berkarya.
Disinilah arti dari sifat membangun tersebut. Ketika di era MEA ini,
semisal pemerintah terpaksa tidak mampu menyediakan lapangan kerja, maka
generasi-generasi usia produktif ini muncul dan membuat lapangan
pekerjaan mereka sendiri atau bahkan orang lain tanpa harus
memperdulikan profesi apa dan se “gengsi” apa pekerjaan / profesi yang
mereka geluti. Selama pekerjaan itu benar menurut agama dan hukum, maka
pada pemahaman mereka, yang menentukan kesuksesan mereka bukanlah
“gengsi”, namun profesinalitas dan inovasi kerja. Bahkan lebih dari itu,
keitka Gema Angpo ini berhasil, masyarkat secara umumpun akan mendukung
anak0anak mereka untuk tidak memperdulikan lagi gengsi profesi, namun
memperdulikan anak-anak mereka untuk selalu bekerja profesional dan
inovatif. Maka dari itu Gema angpo harys berypa revolusi seluruh
masyarakat Indonesia. Lantas pertanyaannya “bagaimana Gema Angpo dapat
menjadi sebuah revolusi?”
“Masih ingatkah revolusi mental yang digagas oleh Presiden Jokowi?” “yup!”.
Tujuan utama dari revolusi ini dalah pembangunan mental bangsa kearah
Indonesia yang lebih baik melalui gerakan bersamah seluruh elemen
masyarakat. Sedikit yang mengetahui bahwa wacana Presiden Jokowi ini
benar-benar diwujudkan, bahkan revolusi mental ini memiliki kantor
sekretariat dan website resmi (revolusimental.or.id)
yang dinaungi oleh Kementrian Koordinator bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan. Beberapa contoh revolusi mental yang dapat kita temui
adalah gerakan buang sampah pada tempatnya, taat tata tertib lalu lintas
hingga gerakan anti mencontek. Selain itu gerakan ini dapat pula
disebarkan melakui sosial media yang banyak diktemui, dimana dalam
penyebarannya dapat berupa teks tertulis hingga desain grafis. Nantinya
diharapkan pula bahwa Gema Angpo menjadi bagian dari pendidikan karakter
disekolah-sekolah hingga akhrinya gerakan ini menjadi sebuah budaya
sehingga akan diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Pendidikan karakter disini
diarahkan bagaimana seorang siswa dapat memahami bagaimana setiap
manusia dapat bermanfaat dan berguna dalam setiap profesi kerja. Cara
efektif adalah melakukan forum diskusi dengan membagi kelompok kecil.
Targe siswa disini adalah mampu menyimpulkan bahwa setiap manusia harus
profesional dan inovatif tanpa memandang pekerjaan apa yang digeluti.
Sedangkan bagi guru, tugas hanya melurskan kesimpulan yang melebar dan
mengawasi jalannya diskusi. Adapun forum diskusi disini agar lebih
menarik dibuatlah sebuah skenario yang memungkinkan siswa untuk seakan
merasakan profesi baik dari profesi yang dianggap “bergengsi” maupun
tidak. Kemudian diarahkan bahwa semua pekerjaan tersebut dapat
menjadikan setiap orang sukses. Kaitannya dengan budaya adalah pada
rekontruksinya. Jika dianalisis lebih detail profesi “gengsi” lahir dari
budaya masyarakat dimana ada pandangan sempit bahwa hanya profesi
“gengsi”lah yang dapat membuat sukses. Sementara pekerjaan yang tidak
bergengsi adalah pekerjaan yang tidak memberi kesempatan sama sekali
untuk sukses. Padahal tentu tidak demikian. Ambil contoh Ibu menteri
kelautan yang dulunya seorang putus sekolah SMA dan memilih menjadi
pengepul ikan. Tanpa melihat se “gengsi” apakah pekerjaannya, dengan
profesionalitas dan inovasi kerja beliau mampu mendirikan pabrik
pengolahan ikan, jasa layanan transportasi udara, hingga akhirnya beliau
diangkat sebagai seorang menteri. Inilah yang diharapkan dari gema
angpo sebuah revolusi mental yang memungkinkan Indonesia mampu menguasai
era MEA melalui pemaksimalan bonus demografi. Sehingga momen ini
dijadikan sebagai kebangkitan Indonesia untuk menjadi lebih makmur dan
sejahtera.
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian
(kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang
laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur
(diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Referensi:http://www.bloomberg.com/news/articles/2007-10-16/what-will-china-look-like-in-2035-businessweek-business-news-stock-market-and-financial-advice diakses pada tanggal 21 April 2016 pukul 23:54.WIB
https://rumaysho.com/3240-apa-pekerjaan-yang-terbaik.html diakses pada tanggal 22 April 2016 pukul 01:23 WIB
http://www.pu.go.id/main/view/10316 diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 23:55 WIB
http://www.antaranews.com/berita/527753/bonus-demografi-membuat-indonesia-kuat-di-segala-hal diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 22.05 WIB
https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/85 diakses pada tanggal 22 April 2016 pada pukul 22.10 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar